Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Muda Nurani Rakyat (DPP GEMURA) melihat Indonesia masih diselimuti pelanggaran HAM hingga di usia 74 tahunnya pada 17 Agustus beberapa hari yang lalu. DPP Gemura pun berpandangan negara belum sepenuhnya hadir sebagai sosok Burung Garuda dengan pakaian Pancasila dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM baik yang bersifat pelanggaran berat masa lalu hingga hak yang bersifat Fundamental atas setiap warga negara khususnya di bumi cendrawasih (Papua).
Sebagaimana diketahui, pada 10 November 1948, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mulai menyepakati kesepakatan baru. Bertempat di Paris, Perancis, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dicetuskan. Berasal dari gebrakan pertama tersebut akhirnya sejak 1950 mulailah diperingati secara rutin setiap tahunnya sebagai Hari Hak Asasi Manusia. Hanya saja, DPP Gemura berpandangan, sejak bergabungnya Papua menjadi bagian dari Nusantara dan 17 Agustus 1945 menjadi Republik Indonesia, Papua masih belum merasakan “kemerdekaan” sebagaimana belahan Indonesia lainnya yang juga menyatakan sikap bergabung dengan Indonesia. Ditegaskan DPP Gemura, hingga hari ini masih jauh dari hak hidup dan menikmati fasilitas negara sebagaimana semestinya dengan berselimut korban HAM.
Kemudian, menyikapi Insiden yang terjadi di kota Malang, kota Surabaya dan kota Semarang yang berkaitan dengan masyarakat Papua pada beberapa hari yang lalu dan berimplikasi terjadinya diskriminasi identitas sosial dan munculnya opini pengembalian masyarakat papua ke Provinsi Papua, Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Muda Nurani Rakyat (DPP GEMURA) menyatakan sikap. Pernyatan sikap oleh Ketua Umum DPP Gemura Oktasari Sabil, S.Sos., M.Si sebagai berikut:
1. DPP GEMURA turut prihatin atas insiden tersebut yang mengakibatkan penangkapan dan atau pengosongan Asrama Mahasiswa Papua di kota Surabaya oleh Aparat Keamanan
2. DPP GEMURA Mengutuk keras perilaku masyarakat Indonesia khususnya di Media Sosial, atas diskriminasi identitas sosial masyarakat Papua yang berdampak tidak nyamannya dalam menjalani aktifitas sehari-hari terlebih masyarakat Papua yang tinggal diluar Provinsi Papua dan dikhawatirkan akan terjadinya perpecahan yang meruncing antar sesama Bangsa Indonesia. Kami mengajak untuk menjaga harmoni kehidupan dan merawat kebhinekaan dengan semangat Pancasila dalam momen 74 tahun kemerdekaan ini dengan tidak melakukan tindakan Inkonstitusional, seperti Persekusi, main hakim sendiri, Rasis, Diskriminatif, Intoleran dan hal-hal lain yang dapat menyakiti hati masyarakat Papua.
3. DPP GEMURA meminta aparat keamanan untuk tidak menjadi pelaku kejahatan HAM, kami sangat menghargai tindakan hukum oleh aparat keamanan sepanjang dilakukan dengan Profesional, Proporsional dan Berkeadilan. Hindari tindakan represif yang dapat menimbulkan korban jiwa, kegaduhan politik dan rasa nasionalisme sesama anak bangsa terlebih dalam momen memperingati 74 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. DPP GEMURA menuntut dan mendesak Negara yang dalam hal ini Presiden Joko Widodo untuk Hadir dalam menyelesaikan persoalan ini khususnya tentang pelanggaran HAM berat yang masih menyelimuti Papua tanpa ada kejelasan hukum dan perlindungan hukum yang tegas dan menstabilkan keadaan ekonomi-politik di papua. Apabila dalam waktu sesingkat-singkatnya Presiden Joko Widodo tidak mampu menyelesaikan persoalan tersebut sebagaimana yang telah disampaikan diatas, maka kami meminta kepada Presiden Joko Widodo mempertimbangkan diri untuk dilantik kembali menjadi presiden Republik Indonesia dan atau membentuk Tim Khusus mempersiapkan kemandirian politik masyarakat Papua.