Oleh: Ainul Alim Rahman (Dosen di Universitas Pendidikan Muhammadiyah, Sorong, Papua)
Masyarakat kita baru-baru mendapatkan berita yang massif tentang pro-kontra kehalalan vaksisnasi, khususnya vaksin yang terbuat dari bahan yang haram atau najis. Pro-kontra yang membawa-bawa nama syariat inilah yang membuat kita tertarik untuk mengkajinya lebih dalam. Karena prinsip seorang muslim adalah setiap perbuatan yang kita lakukan harus terikat hukum syara.
Vaksin adalah bakteri dan virus yang telah dilemahkan. Vaksinasi adalah proses meinjeksikan kuman yang telah dilemahkan ke dalam tubuh untuk mengaktifkan sistem kekebalan yang sebenarnya sudah ada didalam tubuh tapi belum aktif. Sedangkan Imunisasi adalah proses untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Vaksinasi dapat disebut juga imunisasi, tetapi vaksinasi lebih umum karena imunisasi dapat juga diperoleh tanpa vaksinasi. Contoh: pemberian ASI pada bayi akan membantu meningkatkan kekebalan pada bayi.Vaksinasi bagian dari imunisasi tetapi imunisasi belum tentu vaksinasi karena imunisasi banyak macamnya.
Tentunya sebagian berpendapat cukup dengan pemberian ASI dan makanan bergizi untuk imunitas bagi anak kita. Disinilah perlu dibedakan bahwa pemberian ASI dan makanan bergizi bagi anak itu bersifat vaksinasi umum sedangkan vaksinasi itu proteksinya bersifat spesifik bagi penyakit tertentu.
Kekebalan itu tidak muncul sendiri meski saat baru lahir bayi dan selama dua tahun mendapatkan ASI. Tanpa vaksinasi, sistem kekebalan tubuh akan terbentuk terhadap orang yang terserang penyakit, bila dia selamat. Namun yang lebih sering terjadi, sebelum kekebalan itu muncul, pasien sudah telanjur meninggal atau cacat. Jadi vaksinasi ini adalah cara membentuk kekebalan dengan risiko minimal. Tentu saja yang dibentuk hanya kekebalan untuk penyakit tertentu, yang dianggap sedang amat berbahaya karena fatal dan sangat menular, seperti cacar, polio, difteri atau meningitis.
Vaksinasi akan bisa berjalan dengan sempurna apabila masyarakat secara keseluruhan terkebalkan. Ukuran Vaksinasi bisa berjalan dengan baik apabila masyarakat yang ikut sekitar 95 hingga 80 persen. Apabila yang divaksinasi 60 persen maka yang 40 persen itu terkena penyakit menular, kemudian masyarakat tidak tervaksiansi akan menularkan kepada yang lain. Data Universal Immunization tahun 2012 angka kematian menurun dan pada tahun 2015 angka kematian meningkat. Setelah diteliti, banyak tempat yang partisipasi masyarakatnya dalam program ini hanya sekitar 40 persen. Dari sinilah sumber penularan bagi yang sudah tervaksinasi. Artinya dengan menolak vaksin, berarti sama dengan melukai diri-sendiri atau orang lain. Bahkan, di dalam Alquran disebutkan, menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan seluruh umat manusia,
Pemberitaan yang hangat saat ini adalah Measles Rubella (MR), Measles adalah penyebab penyakit campak yang memyebabkan infeksi paru-paru sehingga anak mudah meninggal dan rubella adalah penyebab penyakit rubella, penyakit ini dapat menyebabkan ibu hamil keguguran, apabila anaknya lahir akan berpotensi terkena penyakit jantung, anak lahir tiba-tiba buta atau matanya katarak dan ganguan pendengaran dimasa kecilnya.
Data Kementerian Kesehatan, dari tahun 2010 sampai 2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus campak dan 30.463 kasus rubella. Apabila kita khususnya pemerintah tidak serius menangani kasus ini artinya sama saja membiarkan puluhan ribu anak Indonesia lahir dalam kondisi cacat..
Dalam proses produksi Vaksin MR produk di Serum Institute of India (SII) menggunakan bahan yang berasal dari babi yang berfungsi sebagai enzim untuk mempercepat reaksi pembentukan produknya. Sebagai seorang muslim kita pasti akan bertanya, bagaimana kalau vaksin yang digunakan terbuat dari barang yang haram? Tentu hal ini membuat kita galau dalam memilih pertimbangan berdasarkan medis atau hukum syara.
Ada beberapa hal yang semestinya kita pertimbangkan dalam memutuskan sikap apakah kita akan memvaksinasi anak-anak kita atau tidak. Dari segi dalil syara, Pertama, Imam Abu Hanifah dan sebagian ulama Syafiiyah membolehkannya berobat dengan zat najis. Kedua, Imam An Nabhani, ulama Palestina memakruhkan berobat dengan barang najis. Ketiga, MUI berfatwa vaksinasi MR adalah salah satu bentuk ikhtiar dalam mengantisipasi dampak negatif penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan belum diperoleh bahan yang halal sehingga hukumnya boleh dikarenakan kondisi darurat. Dari segi medis, Keempat, Dosen Universitas Paramadina, Fahmi Amhar sudah mengupas tuntas berbagai kesalahan pada buku yang berjudul Imunisasi, Dampak, dan Konspirasi. Kelima, Anak itu adalah amanah Allah kepada kita. Kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban atas titipan ini. Oleh sebab itu, kita harus berikan segala yang terbaik buat masa depannya.