Oleh: Riska Anggita Nawangsih
Psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, dan terdiri dari dua kata yaitu (psyche=jiwa dan logos=kata). Dalam arti bebas, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Namun, tidak mempelajari jiwa/mental secara langsung karena memang sifanya yang abstrak. Tetapi psikologi membatasi mengenai manifestasi dan juga ekspresi dari jiwa/mental tersebut yaitu berupa tingkah laku, proses, maupun kegiatannya. Sehingga psikologi dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku dan proses mental.
Kebutuhan jasa psikologi di Indonesia sudah mulai terasa sejak tahun 1950-an, apalagi pada saat itu dunia pendidikan nasional sedang berantakan setelah kemerdekaan. Pendidikan psikologi lahir di Indonesia pada tahun 1952, yang dipelopori oleh guru besar Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, yaitu Prof. Slamet Imam Santoso. Dan di tahun tersebut beliau ditunjuk sebagai ketua Jurusan Psikologi di Universitas Indonesia, sebagai jurusan psikologi pertama yang ada di Indonesia.
Kemudian didirikanlah Lembaga Psikologi yang berubah menjadi Lembaga Pendidikan Asisten Psikologi, lembaga otonom di luar kurikulum Fakultas Kedokteran pada 3 Maret 1953. Sebenarnya, awal munculnya psikologi di Indonesia adalah sebagai bagian dari ilmu kedokteran dan psikotes. Namun lama kelamaan berkembang pesat dan menjadi kebutuhan bagi masyarakat dari berbagai lingkup seperti, sosial, olahraga, dan pendidikan. Pada tahun 1960-an baru ada empat fakultas psikologi yaitu di UI, Unpad, UGM, dan Maranatha. Di tahun 1961 lembaga tersebut berdiri sejajar dengan fakultas lain.
Dalam psikologi mulai berkembanglah berbagai teori seperti humanistik, psikoanalisa, behaviorisme, social learning, dan sebagainya. Bahkan hingga saat ini teori seperti itu semakin berkembang dengan psikologi indegeneous, psikologi positif, dan lain-lain. Dirasa teori ini adalah teori yang cukup terkenal, karena banyak yang memakai teori tersebut sampai saat ini apalagi di kalangan mahasiswa psikologi.
Menurut beberapa pengamat, salah satunya adalah John S. Nimpoeno (1985), pendidikan psikologi di Indonesia masih belum memuaskan. Menurutnya, kendala utamanya adalah kebutuhan psikolog yang tidak jelas dibarengi dengan penerapan tenaga yang tidak sesuai dengan output pendidikan tinggi. Nimpoeno juga menagatakan mengenai ketidakjelasan prospek kerja di bidang psikologi oleh para lulusannya.
Psikologi sebagai ilmu di Indonesia masih terbilang tumpang tindih melalui berbagai ilmu sosial lainnya, seperti antropologi dan sosiologi. Demi perkembangan psikologi, para ahli harus mampu menjelaskan ranahnya sehingga berbagai penelitian yang dilakukan bisa menjadi lebih murni. Apalagi banyak masyarakat yang masih asing ketika mendengar kata psikologi.
Perkembangan psikologi sebagai ilmu, juga sangat dipengaruhi oleh persepsi para psikolog terhadap ilmunya sendiri. Psikologi masih dikaitkan dengan ststusquo yang akibatnya psikolog terkonsentrasi di kota-kota besar, dikemukakan oleh Nimpoeno (dalam Saleh, 2008). Keterkaitan ini membawa dampak lebih lanjut sehingga psikologi sebagai ilmu, seakan-akan dipersempit pada bidang pekerjaan dan status sosial dari psikologi akademik pun seakan terlantar.
Penggunaan kode etik psikologi telah dilakukan oleh ISPsi (Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia) yang selalu rutin direvisi setiap tiga tahun sekali. Mulanya ISPsi memulai ke Departemen Kesehatan, kemudian sejak tahun 1993, ISPsi mulai bekerjasama dengan Depnaker sehingga mengeluarkan izin praktik. Pasca 1998 setelah era reformasi dan telah melihat model pengaturan izin di negara lain, akhirnya HIMPSI mengontrol izin praktik sendiri dan terlepas dari pemerintah.
Sementara pada saat ini, HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) sudah terdapat beberapa suborganisasi psikologi. Yang terdiri dari, APIO (Asiosiasi Psikologi Industri dan Organisasi), APO (Asosiasi Psikologi Olahraga), APS (Asosiasi Psikologi Sekolah), IPP (Ikatan Psikologi Pendidikan), IPS (Ikatan Psikologi Sosial), IPK (Ikatan Psikologi Klinis), dan Himpunan Psikologi Islam, hal ini disampaikan menurut Sarwono (2009). Dan telah dikatakan pula bahwa para psikolog telah mendapatkan izin praktek di bawah kontrol HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia).
Pendidikan psikologi di Indonesia, minimal sarjana harus telah lulus 140 SKS (pada tingkat srata 1). Selama menjalani dunia perkuliahan, mahasiswa dibebaskan untuk memilih mata kuliah peminatan, seperti : pendidikan, klinis, industri dan organisasi, sosial, dan komunitas. Saat itu dikenal dengan psikologi perkembangan dan eksperimen. Namun pada saat ini, keduanya sudah dianggap sebagai suatu pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh semua lulusan sarjana psikologi.
Sedangkan pada pendidikan magister profesi, telah diakui bahwa lulusannya menyandang gelar strata magister sekaligus menyandang gelar profesi psikolog. Selama menjalani pendidikannya, lulusan ini hanya diperbolehkan memilih 1 peminatan saja, diantaranya : industri dan organisasi, klinis anak, klinis dewasa, dan sosial. Bagi setiap universitas juga memiliki kebebasan untuk memilih peminatan mana yang hendak dibuka, hal ini juga menyesuaikan dengan visi dan misi dari fakultas universitas tersebut.
Kemudian perkembangan psikologi di tahun 2008 sebagai terapan dan sebagai ilmu dapat dilihat dari program-program (tingkat Magister) yang terdapat di Program Pascasarjana Psikologi, Fakultas Psikologi UI yang meliputi program Magister Sains (psikologi perkembangan, psikologi klinis, psikologi sosial, psikologi pendidikan, psikologi industri dan organisasi). Program Magister Profesi (psikologi klinis anak, psikologi klinis dewasa, PIO, dan psikologi pendidikan). Dan program Magister Psikologi Terapan (psikologi olahraga, psikologi SDM, psikometri, psikologi KM, psikologi kriminal, dan psikologi intervensi sosial).
Mulanya psikologi di Indonesia selalu dikaitkan dengan psikoanalisis dan psikologi klinis. Selain itu juga menggunakan teknis proyeksi bahkan tes IQ dengan tujuan psikodiagnostik. Dengan adanya konstruksi tes dan metode-metode kuantitatif sejak tahun 1960-an, istilah behaviorisme menjadi lebih popular. Hingga saat ini metode kuantitatif memang masih banyak digunakan, namun tidak sedikit pula yang tetap memilih menggunakan metode kualitatif untuk keperluan menganalisis.
Namun pada dasarnya, psikologi resmi lahir pada tahun 1879, ketika Wilhelm Wundt (1832-1920) membuka laboratorium pertama yang isinya mempelajari tingkah laku manusia di wilayah Leipzig, Jerman. Wundt merupakan orang pertama yang menggunakan istilah “psikologi eksperimental”. Dan juga metode yang digunakan yaitu introspeksi.
Sebagai tokoh psikologi eksperimental, Wundt kemudian memperkenalkan metode introspeksi yang ia gunakan dalam eksperimennya. Ia dikenal sebagai tokoh penganut strukturalisme, karena telah mengemukakan suatu teori yang menguraikan struktur dari jiwa. Wundt juga percaya bahwa di dalam jiwa terdapat elementisme dan terdapat mekanisme penting di dalam jiwa yang menghubungkan elemen kejiwaan satu sama lain sehingga membentuk suatu struktur kejiwaan yang utuh dan disebut sebagai asosiasi.
Oleh sebab itu, Wundt juga disebut sebagai tokoh Asosianisme. Kemudian Edward Bradford Titchener (1867-1927) mencoba menyebarluaskan ajaran Wundt ke Amerika. Mereka kemudian membentuk aliran sendiri dengan sebutan Fungsionalisme, dengan tokoh yang terdiri dari William James (1842-1910) dan James Mc Cattel (1866-1944). Aliran ini lebih mengutamakan fungsi jiwa dibandingkan mempelajari strukturnya. Kemudian ditemukan teknik evaluasi psikologi (yang sekarang disebut dengan psikotest) oleh Cattel, dan ini dijadikan sebagai bukti bahwa betapa pragmatisnya orang-orang Amerika.
Kemajuan psikologi belakangan ini semakin pesat, hal ini terbukti dengan munculnya tokoh-tokoh baru, misalnya Maslow (teori aktualisasi diri), Roger Wolcott (teori belahan otak), BF Skinner (pendekatan behavioristik), Daniel Goleman (kecerdasan emosi), Albert Bandura (social learning teory), Howard gadner (multiple intelligences), dan lain sebagainya. Kemudian perkembangan psikologi saat ini menuju psikologi yang kontemporer sesuai dengan perkembangan zaman, muncul teori maupun aliran baru seperti Psikologi Positif (Positive Psychology), Psikologi Indgeneus (Indegneous Psychology), dan Psikologi Lintas Budaya (cross cultur psychology).