Polemik soal tidak berkibarnya bendera merah putih pada malam penganugerahan juara Piala Thomas, tak terlepas dari kelalaian Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI).
Diketahui bahwa LADI selama pandemi tidak pernah mengirim sampel uji doping atlet Indonesia ke Badan Anti-Doping Dunia (WADA).
Meski sudah diingatkan WADA agar memberikan klarifikasi, LADI tetap mengabaikan peringatan tersebut sehingga dijatuhi sanksi.
Buntut dari kelalaian tersebut, Indonesia harus puas bendera sang sakanya tak berkibar di Denmark.
Tak hanya itu, ternyata selama ini Indonesia tidak punya laboratorium khusus uji doping yang dikelola oleh LADI.
Menurut Menpora Zainudin Amali, selama ini Indonesia harus mengirim sampel tes anti-doping ke Luar Negeri, hal itu memerlukan biaya yang mahal dan waktu.
“Selama ini untuk tes doping kita harus mengirim sample tes ke Luar Negeri dan itu biayanya mahal sehingga berpengaruh terhadap sedikitnya jumlah sample tes doping di Indonesia,” ujarnya dalam rapat virtual dengan WADA, Selasa (6/10/2020).
Selain itu, menurut Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, biaya yang dikeluarkan Indonesia untuk melakukan tes anti-doping di luar negeri sekitar Rp7 jutaan per sampel.
Dengan perhitungan biaya dan efektifitas tersebut, sebetulnya Indonesia tengah berencana membangun laboratorium anti-doping di dalam negeri.
Wacana tersebut ada sejak tahun 2020, hal itu dinyatakan oleh Menpora pada rapat virtual dengan WADA, Selasa, (6/10/2020).
Bahkan, Menpora telah meningkatkan rencana anggaran terhadap LADI.
“Kami sampaikan bahwa rencana keuangan dukungan terhadap LADI meningkat sekitar 500% pada tahun 2021 dan selanjutnya dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yang diantaranya akan digunakan untuk peningkatan jumlah test doping dan pembangunan labolatorium anti doping di Indonesia” tegasnya.
Senada dengan Menpora, Ketua MPR pun mendukung rencana pembuatan laboratorium tes doping.
“Daripada kita melakukan test anti doping di luar negeri yang bisa memakan biaya berkisar Rp 7 jutaan per sampel, lebih baik kita memiliki laboratorium anti doping sendiri. Terlebih menurut LADI, harga peralatan labolatoriumnya tidak terlalu besar. Berkisar Rp 200 miliar,” ujarnya dalam pertemuan dengan pengurus LADI pada Jumat, (1/10/2021), di Jakarta.
Kendati demikian, rencana pembangunan tersebut nampaknya belum dieksekusi.