Islam Melawan Hoaks

  • Bagikan

Edisi.id – Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, suatu ketika pemimpin bani Mustaliq, al-Harits bin Dhirar al-Khuza’i berkata, “Aku pernah mendatangi Rasulullah Saw, beliau pun mengajakku untuk masuk Islam. Aku pun masuk dan mengakui Islam. Beliau kemudian mengajakku untuk berzakat, maka aku pun berzakat. Aku kemudian berkata, “Wahai Rasulullah! Aku akan kembali pada kabilahku dan akan aku ajak mereka untuk masuk Islam dan menunaikan zakat. Siapa pun yang menerima ajakanku, maka akan aku kumpulkan zakatnya. Dan kirimlah utusan untuk menemuiku pada waktunya untuk mengambil zakat yang aku kumpulkan.”

Setelah itu al-Harits pun mengumpulkan zakat dari orang-orang yang memenuhi ajakannya untuk masuk Islam. Sampai tibalah waktunya bagi utusan Rasulullah Saw untuk mengambil zakat tersebut. Namun utusan tersebut tidak kunjung datang, hingga al-Harits pun berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya sekarang telah tiba waktunya utusan Rasulullah Saw datang kepadaku untuk mengambil zakat yang ada padaku. Namun entah kenapa dia belum juga datang. Padahal Rasulullah Saw tidak pernah mengingkari janjinya, dan aku yakin bahwa utusannya tidak sampai, kecuali karena adanya kemurkaan Allah Swt dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, marilah kita berangkat menghadap Rasulullah Saw untuk menyampaikan zakat ini sendiri.”

Sebenarnya, Rasulullah Saw telah mengutus seseorang untuk menemui al-Harits guna mengambil zakat yang telah dikumpulkan tersebut. Namun, dikisahkan di tengah jalan utusan tersebut merasa ketakutan dan memutuskan untuk kembali ke Madinah. Kepada Rasulullah Saw dia kemudian mengarang cerita dan berkata, “Wahai Rasulullah! Al-Harits enggan membayar zakat bahkan ingin membunuhku.”

Mendengar cerita itu, Rasulullah Saw pun mengutus beberapa orang untuk menemui al-Harits. Namun, al-Harits dan rombongannya ternyata telah terlebih dahulu berangkat ke Madinah. Ketika al-Harits dan teman-temannya mendekati kota Madinah, kedua rombongan ini pun berpapasan di tengah jalan. Begitu melihat al-Harits dan teman-temannya, rombongan yang dikirim Rasulullah Saw pun langsung mengepung mereka.

Setelah dihadapkan kepadanya, Rasulullah Saw pun bertanya kepada al-Harits, “Apakah engkau enggan membayar zakat dan hendak membunuh utusanku?” Al-Harits menjawab, “Tidak, demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku belum pernah melihatnya, dan tidak ada seorang utusan pun yang datang kepadaku. Kedatanganku kemari adalah karena utusan engkau tidak kunjung datang. Aku merasa takut bila hal itu menyebabkan murka Allah Swt dan Rasul-Nya.” Mendengar jawaban itu Rasulullah Saw pun melepaskan al-Harits.

Peristiwa ini kemudian menjadi sebab turunnya ayat 6 surat al-Hujuraat yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan sebenarnya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS al-Hujuraat [49]: 6).

Peristiwa ini menjadi peringatan bagi kita agar tidak mempercayai begitu saja informasi yang datang dari seseorang. Apalagi jika informasi tersebut berkaitan dengan perilaku buruk seseorang atau kelompok tertentu, sebagaimana yang belakangan ini sering terjadi di Indonesia.

Seorang Muslim tidak boleh mempercayai begitu saja apa yang disampaikan oleh seseorang hingga adanya fakta-fakta yang bisa dipertanggungawabkan. Benar, informasi dari sebuah sumber harus menjadi pertimbangan bagi kita untuk menyikapi sesuatu. Namun sebagai muslim yang berpegang teguh kepada ajaran Islam, kita harus hati-hati dalam menyikapi suatu informasi, apalagi yang hanya berseliweran di media sosial yang sumbernya sangat meragukan.

Seorang Muslim yang bijak juga tidak boleh begitu saja mengikuti suara mayoritas yang mempercayai suatu informasi. Sebab bisa jadi justru suara mayoritas itulah yang keliru. Seorang muslim harus jeli dan senantiasa berpikir jernih agar tidak terperangkap dalam pusaran kebohongan alias hoaks. Waspadalah, di era seperti sekarang ini banyak sekali orang yang berkepentingan untuk membentuk opini publik demi meraih keuntungan tertentu dengan merusak nama baik seseorang atau kelompok. Apalagi, sasaran hoaks yang merusak ini seringkali diarahkan kepada ummat Islam dan ajarannya, dengan tuduhan radikal, wahabi, teroris dan sebagainya.

Muslim yang cerdas harus mencerna setiap informasi dengan baik, agar tidak sampai “memvonis” seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan informasi yang disampaikan oleh orang fasik yang acapkali berdusta untuk menutup-nutupi kesalahannya. Ingat, setiap orang yang bersikap apalagi ikut menyebarkan hoaks, turut pula menanggung dosa akibat dari kebohongan tersebut. Allah Swt menggolongkan mereka ke dalam “orang-orang yang membuat kerusakan”.

  • Bagikan