Edisi.id – Sudah seharusnya generasi muda sekarang meneladani para pejuang bangsa. Sebab, kemajuan yang kita rasakan sekarang, tak lepas dari hasil perjuangan para pendahulu. Salah satu tokoh bangsa yang patut diteladani yaitu Buya Roesli Abdul Wahid, seorang figur ulama, pendidik dan negarawan.
Dalam rangka mengenang jasa beliau, maka pada Ahad, 7 November 2021, para anak-cucu dan keturunan beliau melakukan Haul ke 22. Acara yang berlangsung di Hotel Kartika Chandra, Jakarta itu di hadiri sekitar 130 anak-cucu beliau yang tinggal di Jabodetabek. “Haul ini merupakan ajang silaturrahmi di antara anak-cucu beliau sekaligus upaya meneladani perjuangan beliau,” kata Pasni Rusli, Ketua Panitia sekaligus putra Buya Roesli.
Pada kesempatan itu dilakukan presentasi dan diskusi mengenai kiprah Buya Roesli. Mulai dari beliau masih menjadi guru Madrasah Tarbiyah Islamiyah Tabek Gadang, sebuah desa terpencil di Sumatera Barat, hingga beliau pindah ke Jakarta menjadi tokoh politik nasional.
Tampil sebagai pembicara dalam haul itu antara lain Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PP Tarbiyah – Perti), Buya Basri Bermanda; Wakil Ketua Umum MUI Pusat, KH. Anwar Abbas; Ketua PP Tarbiyah – Perti, Prof. Duski Samad; dan Bupati Lima Puluh Kota, Safaruddin Dt. Bandoro Rajo.
Haul ke 22 Buya Roesli sekaligus silaturrahmi anak, cucu dan keturunan beliau se-Jabedetabek.
Buya Roesli lahir tanggal 9 November 1908, di Koto Tangah, Suliki, Luak Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Pada awalnya beliau hanya seorang guru di Madrasah Tarbiyah Islamiyah. Kemudian beliau turut membidani organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PTI) hingga menjadi partai politik Perti.
Dalam jabatan politik itu beliau pernah menjadi anggota Parlemen Sementara Republik Indonesia di tahun 1954. Hasil Pemilu 1955 beliau terpilih menjadi anggota DPR RI. Kemudian beliau diangkat menjadi Menteri Negara Urusan Irian Barat dalam kabinet Ali Sastroamidjojo (1956-1957). Pada tahun 1960-1965, beliau menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Buya Roesli juga pernah aktif di kancah internasional melalui oganisasi Liga Muslimin. Di era 1980-an dan 1990-an beliau aktif di MUI, baik pusat maupun DKI Jakarta. Beliau wafat 25 Februari 1999, dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan
Menurut Prof. Duski Samad, figur Buya Roesli sangat layak menjadi teladan bagi generasi muda. Beliau yang berasal dari kampung dengan pendidikan formal hanya kelas tiga Sekolah Rakyat, bisa menjadi tokoh nasional. Itu karena Buya Roesli mempunyai cita-cita yang besar dan rasa percaya diri yang tinggi. “Saya bangga sekali dengan beliau,” tegasnya.
Satu hal yang layak menjadi contoh, lanjut Duski, beliau sangat menjaga integritas dan sangat istiqomah. Terbukti dengan keputusan beliau untuk mundur dari jabatan sebagai menteri. “Buya Roesli mundur dari jabatan menteri merupakan bukti sikap beliau yang istiqomah, karena beliau melihat ada yang tidak benar”.
Hal senada juga diakui oleh KH Anwar Abas. Menurutnya, Buya Roesli patut dijadikan teladan karena sikap beliau yang sagat tulus dalam berjuang. Buya Roesli rela mundur dari jabatan sebagai menteri karena merasa tidak sesuai dengan aqidah dan pandangan politiknya. Beliau tidak mau dikerangkeng oleh jabatan dengan mengorbankan prinsip. “Bagi beliau, agama merupakan penuntun dalam kehidupan termasuk dalam bernegara,” kata KH Anwar Abas. ***