Memenuhi Panggilan Menjadi Khalifah Di Muka Bumi

  • Bagikan

Oleh: Khairunnas

Edisi.id – “Di dalam diri kita semua ada panggilan (voice) untuk menjalankan kehidupan yang agung dan penuh kontribusi.” (Stephen R. Covey)
Faktor utama yang menyebabkan seseorang gagal adalah karena dia tidak menemukan panggilan jiwanya. Orang seperti ini adalah orang yang tidak mengenal siapa dirinya. Dia tidak memahami kelemahan dan kekuatannya. Dia menjalani kehidupan ini tanpa arah dan tujuan. Kehidupannya berlalu begitu saja, tanpa pernah mencapai kondisi akhir terbaik yang bisa diraihnya.

Orang yang gagal menemukan panggilan jiwanya akan menghadapi berbagai masalah dalam kehidupannya. Jika dia seorang pekerja, maka dia tidak akan dapat ‘menikmati’ pekerjaannya. Demikian pula jika dia seorang pelajar, dia tidak akan pernah meraih prestasi yang membanggakan.

Bagi seorang pelajar, menemukan panggilan jiwa adalah langkah paling penting untuk menjalani studinya. Jika dia menemukan panggilan jiwanya, maka dia akan meraih prestasi terbaik dalam studinya.

Panggilan jiwa pada hakikatnya adalah kesejatian kita, bukan kesemuan atau kepura-puraan. Kesejatian mengandung makna kebenaran. Sejati artinya adalah kesucian atau dalam bahasa sipiritual disebut authentic self, yaitu sebuah diri yang fitri, yang bersih dan bening.

Lawan dari sejati adalah kepalsuan. Banyak diantara kita yang tumbuh menjadi tidak sejati. Memperlihatkan karakter kontradiktif, penuh basa-basi, dan tidak terbuka. Kita harus kembali kepada jati diri kita, yaitu diri yang fitri. Dengan kembali ke fitri, setiap manusia memiliki kesempatan yang sama untuk menemukan panggilan jiwanya.

Dengan menemukan panggilan jiwa, setiap manusia dapat memanfaatkan secara maksimal segala potensi diri yang dimilikinya. Manusia akan mampu mengelola alam semesta dengan baik yang dalam Islam disebut sebagai khalifah. Menjadi khalifah, itulah sesungguhnya panggilan jiwa setiap manusia. Dia harus memegang amanah Allah Swt untuk memakmurkan bumi, apapun profesi yang dipilih dan digelutinya.

Dalam upaya menemukan panggilan jiwa, ada beberapa aspek yang harus kita jadikan patokan. Pertama, tentukan batasan-batasan panggilan hidup kita. Batasan-batasan itu adalah hukum Allah Swt. Semua ketentuan dalam Al-Qur’an dan Hadits harus dijadikan sebagai penuntun dalam menentukan panggilan hidup kita. Artinya pekerjaan atau profesi yang kita geluti tidak boleh bertentangan dengan hukum Allah Swt.
Kedua, kita harus mempertimbangkan nilai-nilai hidup yang kita yakini. Nilai-nilai adalah apa yang menjadi pedoman kita dalam hidup ini. Nilai-nilai hidup yang paling utama tentu bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Diantara nilai-nilai hidup adalah kejujuran, keadilan, kebenaran, kekeluargaan, memberi, melakukan yang terbaik, menjadi saksi yang adil, membawa pengaruh positif bagi lingkungan, dan lain sebagainya. Nilai-nilai hidup ini berfungsi untuk memberikan arah bagi kita agar ketika menentukan panggilan hidup, kita tidak menyimpang.

Ketiga, menemukan kemampuan alami (bakat) yang kita miliki. Ketika Allah Swt menciptakan kita, sesungguhnya Dia telah memiliki tujuan tertentu untuk setiap diri kita. Untuk mencapai tujuan itu, Dia melengkapi kita dengan kemampuan yang akan membuat kita bisa mencapainya. Artinya, jika kita mengetahui kemampuan itu maka kita telah mengetahui arah kemana Allah Swt memanggil kita.

Keempat, mengetahui apa yang menggerakkan kita untuk melakukan sesuatu yang menjadi panggilan jiwa kita. Hal ini erat kaitannya dengan minat dan kebutuhan orang-orang yang ada di sekitar kita. Orang yang mempunyai kemampuan, tetapi tidak mempunyai minat, sulit untuk mencapai hasil maksimum. Minat akan menggerakkan seseorang. Dia akan berjuang untuk meraih apa yang diinginkannya. Namun ada juga orang yang semula tidak berminat kemudian menjadi berminat karena melihat kebutuhan orang-orang yang ada di sekitarnya. Misalkan, seseorang yang menemukan anak-anak jalanan di sekitarnya. Meskipun awalnya dia tidak berminat terhadap dunia pendidikan, tetapi karena dibutuhkan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, maka dia akan mulai mengajari anak-anak jalanan itu. Maka lama kelamaan akan muncul minatnya untuk mengajar, sehingga menjadi guru adalah panggilan jiwanya.

Kelima, mempertimbangkan mimpi-mimpi kita. Mimpi berkaitan dengan apa yang ada dalam keinginan-keinginan kita yang terdalam, yang kita rindukan dan usahakan untuk terwujud. Mimpi bisa berupa keadaan, peristiwa, dan pekerjaan. Mimpi, agar tidak melayang ke mana-mana, harus dituntun oleh nilai-nilai kehidupan.

Keenam, menuliskan panggilan jiwa kita. Menemukan panggilan jiwa membutuhkan proses yang lama dan memakan waktu bertahun-tahun. Oleh sebab itu, sambil menjalani proses itu, alangkah baiknya jika kita mulai menuliskan pernyataan awal tentang panggilan jiwa kita. Pernyataan itu bisa berupa kalimat atau paragraf atau poin-poin. Setelah itu sediakan waktu setiap jam seminggu dan mungkin sehari setiap tahun untuk mengevaluasi apakah hidup kita selama seminggu dan setahun itu sudah mengarah pada pernyataan panggilan jiwa yang kita buat. Dalam evaluasi itu mungkin ada revisi atau tambahan atau pengurangan untuk pernyataan panggilan jiwa kita.

Disamping mengevaluasi diri secara pribadi, berbicara kepada teman, saudara, guru, atau orang yang kita hormati sangat membantu untuk mempertajam panggilan jiwa kita. Dalam hidup, kita membutuhkan seseorang untuk bercerita dan sharing dalam menentukan panggilan jiwa kita. Wallahu’alam

  • Bagikan
Exit mobile version