Oleh: Firmanullah Fadhil (Dosen di Universitas Pendidikan Muhammadiyah, Sorong, Papua)
Sejak 28 April 2022, Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan larangan ekport minyak sawit mentah sampai batas yang belum ditentukan. Sebagai salah satu respon yang dilakukan pemerintah dalam mengantisipasi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng dalam negeri.
Harga normal minyak goreng yang selama ini berkisar Rp 14.000/liter naik menjadi Rp 26.000/liter. Kelangkaan minyak goreng menimbulkan fenonema antrian membeli minyak goreng yang dilakukan oleh warga. Hal ini mendorong ketidak puasan masyarakat terhadap pemerintah, mengingat minyak goreng merupakan kebutuhan pokok orang Indonesia.
Sebagai akibat dari larangan tersebut otomatis jumlah minyak yang dieksport ke luar negeri mengalami penurunan. Sebagaimana kita ketahuai bersama Indonesia merupakan negara pengeksport minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Tentunya kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia berdampak pada kelangkaan dan harga komoditas minyak sawit dunia.
Disadari atau tidak kemampuan Indoensia sebagai negara pengeksport minyak kelapa sawit terbesar di dunia menunjukkan bahwa Indonesia memiliki power di dunia, terkhusus masalah minyak sawit. Begitu juga dengan yang terjadi eropa, gejolak perang antara Rusia dan Ukraina mempengaruhi harga minyak dunia. Bertindak sebagai penyedia kebutuhan lebih dari 40% minyak dan gas Eropa , Rusia mampu memberikan pengaruhnya terhadapat negara – negara tersebut.
Seandainya Indonesia dapat melihat dan belajar dari fenomena yang terjadi ini, kita bisa mengoptimalkan peran/ pengaruh kita di dunia dengan mengoptimalkan soft power seperti yang dilakukan oleh Rusia. Tentunya dalam menerapkan hal ini perlu kerjasama oleh pemerintah pusat, perangkat-perangkatnya dan Stakeholder yang terlibat.