Edisi.id- BKKBN Jawa Barat bersama anggota Komisi IX DPR RI, Hj. Nurhayati melakukan Kampanye Percepatan penurunan Stunting di lingkungan Pondok Pesantren cintawana Kecamatan Singaparna, Jumat, 2 Desember 2022
Tampak hadir unsur pimpinan pesantren, tokoh masyarakat serta Ratusan remaja dan warga sekitar.
Anggota Komisi IX DPR RI Hj Nurhayati Effendi, dengan ungkapan-ungkapan sapa bersahabat, mengajak kalangan generasi muda pada masanya mendamba pasangan, untuk menghindari pernikahan usia dini.
Kemudian merencanakan pernikahan dengan matang. Hal itu untuk memiliki keluarga sehat, keturunan kuat. Menghindari anak terkena stunting berisiko, yang kini tengah terus dicegah dan jadi perhatian pemerintah.
Ajakan serupa untuk memberi dukungan ia sampaikan juga kepada kalangan pemuka agama, tokoh masyarakat. Banyak mengemuka tentang bonus demografi di depan (tahun 2045). Namun generasi emas terlahir dari generasi berkualitas.
Masih jadi tantangan cukup besar Indonesia dengan sebaran banyak anak terkena stunting. Karena itu pemerintah fokus tangani ini.
“Kita di Komisi IX mendukung program pemerintah, harapannya rakyat Indonesia ke depan jauh lebih baik kondisinya,” ujarnya.
Pemateri lainnya dalam kampanye itu, Kabid DP2KB Dinsos Kab.Tasikmalaya Dadan Hamdani SKM MSi, Direktur Bina Kesehatan Reproduksi BKKBN RI Safrina Salim SKM M.Kes, dan Koordinator Bidang Adpin Perwakilan BKKBN Jabar Herman Melani SH MH.
Menjadi uraian bahasan para pemateri, prevalensi stunting yang masih tinggi. Halnya di Kab.Tasikmalaya, absen Dadan, hampir seperempat dari jumlah penduduknya terdiri kalangan usia anak terkena stunting. Ini memerlukan penanganan kepedulian berbagai kalangan.
Kerdil atau stunting, urai Herman Melani, adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi yang berulang, terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Herman hingga meyakinkan rujukan cegah stunting dari QS An-Nisa, perintahnya agar tiap keluarga tak meninggalkan kaum lemah (lemah fisik, sosial, ekonomi).
Safrina Salim antara lain mengungkap risiko nikah di usia muda seperti pada 16, 17, 18 tahun, kondisi alat reproduksi perempuan itu belum matang. Saat dihadapkan kehamilan ia akan menyetop tubuh untuk tumbuh kembang-tinggi lagi.
Pada perjalanan usia tertentu setelah pernikahan tak cukup matang organ tubuh, bisa memicu munculnya kanker servik, kekurangan kalsium, anemia. Karena itu, imbuhnya, BKKBN menoleransi usia matang pernikahan 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki.