Ketua PWRI Bogor Raya Sebut, Reforma Agraria dan Efisiensi Birokrasi Adalah Kunci Gerak Ekonomi Rakyat

  • Bagikan
Rohmat Selamat.SH, M.Kn Ketua PWRI Bogor Raya (Topi Putih) bersama jajaran.(Foto : Edisi.id)
Rohmat Selamat.SH, M.Kn Ketua PWRI Bogor Raya (Topi Putih) bersama jajaran.(Foto : Edisi.id)

 

Bogor | Edisi.id – Ketua PWRI Bogor Raya, Rohmat Selamat, SH. M.Kn, menilai langkah Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat simpul-simpul ekonomi rakyat merupakan arah kebijakan yang tepat untuk mengentaskan kemiskinan secara struktural. Menurutnya, pembangunan ekonomi nasional tidak cukup diukur dari pertumbuhan makro, tetapi harus menyentuh basis produktif masyarakat di tingkat akar rumput.

“Pemerataan ekonomi dimulai dari keberanian menata ulang struktur penguasaan tanah dan memotong rantai birokrasi yang menghambat aktivitas ekonomi rakyat”, ucap Ketua PWRI Bogor Raya yang pemerhati Agraria Selasa 7/10/2025.

Menyoroti sektor agraria sebagai fondasi utama kebangkitan ekonomi rakyat, Rohmat mengatakan, bahwa melalui Reforma Agraria, pemerintah diharapkan mampu menata ulang sistem kepemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan tanah agar lebih adil dan produktif.

Dirinya juga menegaskan, bahwa penataan agraria bukan hanya redistribusi aset, tetapi juga pembenahan sistem akses masyarakat terhadap sumber daya, modal, dan teknologi.

“Keadilan agraria adalah prasyarat bagi keadilan ekonomi. Tanpa itu, ketimpangan sosial akan terus berulang”, jelasnya.

Lebih lanjut, Rohmat menekankan pentingnya percepatan sertifikasi tanah rakyat sebagai instrumen strategis menggerakkan ekonomi, karena menurutnya Sertifikat tanah itu bukan sekadar dokumen hukum, melainkan instrumen ekonomi yang mampu membuka akses permodalan dan meningkatkan nilai aset masyarakat.

“Dengan sertifikasi yang cepat dan sah, rakyat memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengembangkan usaha dan memanfaatkan tanahnya secara produktif”, tuturnya.

Lebih lanjut Rohmat pun mengingatkan, bahwa prosedur sertifikasi yang lamban dan birokratis selama ini justru menjadi penghambat pembangunan. Proses yang berlarut-larut tidak hanya menimbulkan biaya tambahan, tetapi juga berpotensi menimbulkan sengketa.

Karena itu, dirinya mendorong ATR/BPN melakukan reformasi kelembagaan melalui digitalisasi sistem pelayanan dan pemangkasan prosedur administratif.

“Keterlambatan sertifikasi berarti keterlambatan perputaran ekonomi. Negara harus hadir dengan sistem yang efisien dan transparan”, tegasnya.

Selain persoalan sertifikasi, Rohmat juga menyoroti birokrasi jual beli tanah yang masih rumit, khususnya bagi masyarakat dengan status kepemilikan girik. Ia menilai, proses panjang dari RT hingga Camat menjadi beban administratif yang tidak relevan di era modern.

“Penyederhanaan birokrasi jual beli tanah mutlak diperlukan agar hak-hak hukum masyarakat terlindungi dan transaksi berjalan cepat serta akuntabel”, ungkapnya.

Dalam konteks tersebut, Rohmat menilai, pentingnya memperluas peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Ia pun menegaskan, bahwa PPAT berfungsi vital dalam menjamin legalitas transaksi dan stabilitas pasar tanah.

“ATR/BPN sebaiknya membuka kuota pengangkatan PPAT seluas-luasnya. Mereka bukan beban negara karena tidak digaji pemerintah, tetapi justru memberikan kontribusi nyata melalui pajak dan aktivitas ekonomi pertanahan”, beber Rohmat.

Rohmat juga mengungkapkan, bahwa keberadaan PPAT yang memadai akan mempercepat perputaran aset dan meningkatkan kepastian hukum dalam transaksi tanah. Dengan demikian, proses jual beli menjadi lebih efisien dan mengurangi potensi sengketa antar pihak.

“Ketika birokrasi dipangkas dan pelayanan publik diperkuat, maka ekonomi rakyat akan bergerak dengan sendirinya”, tambahnya.

Menutup catatannya kembali Rohmat menegaskan, bahwa percepatan sertifikasi tanah, efisiensi birokrasi, serta perluasan peran PPAT harus dilihat sebagai bagian dari strategi besar reformasi ekonomi nasional.

“Kebijakan agraria yang adil dan birokrasi yang efisien adalah dua sisi dari satu mata uang yaitu : keduanya menjadi fondasi untuk membangun ekonomi rakyat yang mandiri, inklusif, dan berkeadilan sosial”, pungkasnya.(Arifin)

  • Bagikan