Di Balik Kasus Korupsi Gubernur Riau, Ada Pejabat Sekretaris Dinas PUPR yang Dipulangkan KPK

  • Bagikan

edisi.id – Sebagian publik di Tanah Air tengah ramai menyoroti kasus korupsi yang menyeret Gubernur Riau, Abdul Wahid.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka.

Kini, dibalik operasi tangkap tangan (OTT) yang berlangsung pada 3 November 2025 itu, muncul fakta lain tentang pejabat yang nyaris terseret namun akhirnya dipulangkan, hingga dugaan pemerasan demi kepentingan pribadi sang gubernur.

Dalam kasus ini, KPK terus mengembangkan penyidikan. Sementara itu, sebagian publik menyoroti aksi pemimpin daerah di Riau yang diduga memeras bawahannya sendiri untuk membiayai plesiran ke luar negeri.

Berikut ini sederet fakta di balik kasus korupsi yang menjerat Gubernur Riau, Abdul Wahid berdasarkan temuan yang disampaikan KPK.

Modus Pemerasan di Balik Proyek Anggaran PUPR Riau

Berdasarkan konstruksi perkara yang dibacakan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, skema korupsi ini bermula dari pembahasan penambahan anggaran 2025 untuk proyek jalan dan jembatan di enam wilayah Riau.

Anggaran semula Rp71,6 miliar melonjak menjadi Rp177,4 miliar. Sebagai imbalan, setiap kepala UPT diminta menyetor “jatah preman”.

“Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya,” ungkap Johanis kepada awak media di Jakarta, pada Rabu, 5 November 2025.

Fee tersebut disepakati dengan istilah kode “7 batang”. Uang pun mulai mengalir dalam tiga tahap pada Juni, Agustus, dan November 2025, dengan total setoran mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan Rp7 miliar.

Ferry Yunanda diduga menjadi pengepul pada dua tahap pertama, sementara dana itu disalurkan melalui Tenaga Ahli Gubernur, Dani M. Nursalam, serta Kepala Dinas M. Arief Setiawan.

Pejabat Sekretaris Dinas Dipulangkan KPK

KPK memulangkan Sekretaris Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau, Ferry Yunanda, setelah sempat diamankan dalam OTT pada Senin, 3 November 2025.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan Ferry masih berstatus saksi karena belum cukup bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka.

“Kami hanya punya waktu 1×24 jam untuk menentukan siapa yang statusnya saksi atau tersangka,” kata Asep kepada awak media di Jakarta, pada Rabu, 5 November 2025.

“Kalau belum cukup alat bukti, kami tidak bisa sembarangan menetapkan seseorang. Harus benar-benar terpenuhi dulu kecukupannya,” sambungnya.

Meski demikian, peran Ferry Yunanda disebut sangat sentral.

Ferry disebut menjadi penghubung antara enam Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas PUPR PKPP dengan Kepala Dinas M. Arief Setiawan dalam pembahasan pemberian fee kepada Gubernur Abdul Wahid.

Mulanya, mereka menyanggupi 2,5 persen, namun permintaan itu meningkat menjadi 5 persen atau sekitar Rp7 miliar setelah permintaan dari pihak Wahid disampaikan.

Uang Setoran Diduga untuk Plesiran ke 3 Negara

Dalam kasus korupsi yang menjerat Abdul Wahid, KPK menemukan uang tunai Rp1,6 miliar dalam OTT, terdiri dari rupiah, dolar AS, dan pound sterling.

Dalam Uang asing itu diduga berkaitan dengan rencana perjalanan Abdul Wahid ke 3 negara.

“Ada beberapa keperluan ke luar negeri, ke Inggris, ke Brasil, dan terakhir ke Malaysia. Itulah mengapa kami temukan uang dalam tiga mata uang,” ungkap Asep.

Asep melanjutkan, saat pemerintah daerah Riau tengah mengalami defisit anggaran, sang gubernur justru diduga memaksa bawahannya menutupi biaya plesiran pribadi.

“Seharusnya, kalau anggaran defisit, jangan membebani pegawai. Tapi ini malah meminta uang,” terangnya.

Momen Gubernur Riau Sempat Sembunyi di Kafe

Drama penangkapan Abdul Wahid tak kalah menuai sorotan publik. Saat tim KPK bergerak di Riau, Gubernur disebut sempat bersembunyi di sebuah kafe yang lokasinya tidak jauh dari rumahnya.

“Kami menduga memang sudah janjian. Tapi karena waktunya molor, dia curiga dan memilih bersembunyi di kafe,” kata Asep dalam kesempatan berbeda di Jakarta, pada Senin, 3 November 2025.

“Kafe itu bukan di tempat jauh, masih sederetan dengan rumahnya,” tambahnya.

KPK akhirnya mengamankan Abdul Wahid bersama delapan orang lainnya. Sehari kemudian, Tenaga Ahli Dani M. Nursalam menyerahkan diri ke KPK, menambah daftar panjang pejabat Pemprov Riau yang terseret dalam kasus ini.***

  • Bagikan