Depok Darurat Drainase, Aktivis Gugat Kinerja PUPR : Anggaran Menguap, Genangan Tak Surut

  • Bagikan
Kantor Dinas PUPR Kota Depok di Jalan Raya Bogor.(Foto : Istimewa)

Depok | Edisi.id – Kota Depok menghadapi krisis drainase yang kian akut. Saluran air yang tersumbat sedimentasi, minim pemeliharaan, dan tata kelola yang lemah menempatkan warga pada risiko banjir setiap musim hujan. Aktivis lingkungan menuding Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) gagal memenuhi mandat publik meski anggaran pemeliharaan terus digelontorkan.

Aktivis Lingkungan Depok Suryadi Bhoges menyebut, bahwa persoalan drainase sebagai ‘Lubang akuntabilitas’, bukan sekadar masalah teknis. Menurutnya, dana perbaikan yang dikucurkan setiap tahun tak pernah sebanding dengan dampak di lapangan, sementara PUPR lebih sibuk mengejar proyek kosmetik ketimbang normalisasi wilayah kritis.

Data BPBD 2024 mencatat 37 titik genangan, dengan Pancoran Mas, Beji, dan Sukmajaya sebagai zona paling rawan. Ironisnya, sebagian titik telah berulang kali menerima alokasi anggaran rehabilitasi, menandakan kebijakan yang tak berbasis risiko dan minim evaluasi.

Bhoges menilai, bahwa lemahnya audit teknis dan transparansi menjadi akar masalah. Tanpa pengawasan independen dan basis data hidrologi yang kuat, program pemeliharaan hanya akan menjadi siklus belanja publik tanpa penyelesaian struktural.

“Minimnya partisipasi warga memperburuk situasi. Hingga kini, kanal pengaduan dan peta perbaikan drainase tidak tersedia secara terbuka, membuat publik hanya menjadi korban tanpa ruang pengawasan. Aktivis menuntut sistem pelaporan real-time yang dapat memaksa birokrasi merespons cepat”, ucapnya Sabtu 27/9/2025.

“Pelanggaran tata ruang, seperti pembangunan yang menutup saluran air atau mengurangi area resapan, juga dibiarkan tanpa sanksi. Ketidakberanian menindak pengembang dan pelaku usaha besar dinilai sebagai kompromi politik yang mengorbankan keselamatan warga”, tegasnya.

Menjelang prediksi curah hujan ekstrem Oktober–Desember 2025, Bhoges mendesak PUPR merilis peta prioritas drainase, menuntaskan normalisasi saluran kritis, dan mempublikasikan laporan penggunaan anggaran secara rinci. Profesionalisme dinilai harus dibuktikan melalui tindakan nyata, bukan retorika proyek.

“Kegagalan memperbaiki drainase bukan hanya soal banjir, tetapi ancaman terhadap hak warga atas kota yang aman dan layak huni. Selama birokrasi lebih mengutamakan serapan anggaran ketimbang kinerja terukur, Depok akan tetap terjebak dalam lingkaran genangan dan retorika politik”, tandasnya.(Arifin)

  • Bagikan