Depok | Edisi.id – Wakil Ketua DPRD Kota Depok, Hj. Yeti Wulandari, S.H., menegaskan, bahwa Komisi B memiliki mandat konstitusional yang tidak dapat ditawar dalam mengawal kebijakan ekonomi daerah agar benar-benar berpihak pada kepentingan publik. Dalam forum sosialisasi yang digelar di wilayah Kelurahan Tugu Kota Depok, politisi Fraksi Gerindra ini menekankan bahwa fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan harus dijalankan secara efektif sebagai instrumen strategis menjaga ketahanan ekonomi warga.
Menurut Pimpinan DPRD Kota Depok empat periode ini, mandat tersebut bukan sekadar prosedur politik, tetapi kewajiban konstitusional DPRD untuk memastikan setiap kebijakan daerah mampu menjawab kebutuhan dasar masyarakat.
“Komisi B harus memastikan kebijakan ekonomi daerah berorientasi pada stabilitas harga, kelancaran distribusi pangan, dan perlindungan pelaku usaha kecil. Tugas ini menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga tidak bisa dijalankan setengah hati”, tegasnya, Jum’at 26/9/2025.
Srikandi Gerindra Kota Depok ini juga menekankan, bahwa fungsi anggaran (Budgeting) menjadi kunci dalam mengarahkan APBD agar menyentuh langsung kepentingan warga. Alokasi dana untuk subsidi pangan, revitalisasi pasar tradisional, dan penguatan permodalan UMKM disebutnya sebagai prioritas yang wajib dikawal.
“Penguatan daya beli dan keberlangsungan usaha kecil harus dipastikan melalui alokasi anggaran yang tepat sasaran”, tegas Hj. Yeti, seraya menekankan pentingnya keberpihakan pada ekonomi kerakyatan.
Di sisi lain, Politisi Gerindra jebolan Fakultas Hukum Universitas Pancasila ini pun menyoroti pentingnya fungsi pengawasan (Controlling) sebagai benteng utama mencegah penyimpangan kebijakan.
Komisi B menurutnya, harus proaktif mengawasi potensi spekulasi harga, monopoli distribusi, hingga kebocoran anggaran yang dapat mengganggu stabilitas pasokan pangan.
“Tanpa pengawasan ketat, kebijakan yang baik sekalipun bisa kehilangan makna dan gagal melindungi kepentingan publik”, ungkapnya.
Anggota Dewan Pembina DPP Partai Gerindra ini menilai, bahwa partisipasi masyarakat menjadi elemen pengawasan sosial yang tidak kalah penting. Forum sosialisasi, menurutnya, bukan hanya agenda seremonial, tetapi ruang strategis untuk menyerap aspirasi warga terkait fluktuasi harga, akses permodalan, dan perbaikan infrastruktur pasar.
“Masukan publik akan menjadi bahan pertimbangan dalam setiap pembahasan kebijakan dan anggaran, sehingga keputusan yang lahir benar-benar berbasis kebutuhan lapangan”, jelasnya.
Secara lebih luas, Hj. Yeti memandang peran Komisi B sebagai garda kebijakan ekonomi daerah yang harus adaptif terhadap tekanan eksternal, baik dari dinamika pasar nasional maupun global. Ia menegaskan, bahwa ketahanan ekonomi lokal hanya bisa tercapai melalui sinergi antara kebijakan yang berpihak dan keterlibatan aktif masyarakat.
“Legislatif tidak hanya menjadi perpanjangan tangan pemerintah, tetapi juga benteng kepentingan warga dalam memastikan kesejahteraan bersama,” tandasnya.(Arifin)
