Tunjangan Pegawai Rp52 Miliar, PHMI Kritik Borosnya Anggaran PT. Tirta Asasta

  • Bagikan
Kantor PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda).(Foto : Istimewa)
Kantor PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda).(Foto : Istimewa)

Depok | edisi.id – Depok | Edisi.id – Perisai Hukum Masyarakat Indonesia (PHMI) menyoroti besarnya anggaran belanja pegawai PT. Tirta Asasta Depok (Perseroda) tahun 2024 yang mencapai Rp71,3 miliar. Dari total anggaran tersebut, tercatat Rp52,06 miliar dialokasikan khusus untuk tunjangan pegawai dan tunjangan lembur. Angka ini dinilai fantastis dan menimbulkan pertanyaan publik terkait transparansi serta akuntabilitas pengelolaan keuangan di perusahaan milik daerah tersebut.

Ketua Umum PHMI, Hermanto, S.Pd.K., S.H., CPS., CLS., CNS., CHL, menegaskan, bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan informasi publik terkait anggaran tersebut. Surat dengan nomor 021//DPP/PHMI/IX/2025 yang dilayangkan pada 18 September 2025, menurut Hermanto, tidak pernah direspons oleh pihak PT. Tirta Asasta hingga 2 Oktober 2025.

“Sikap bungkam ini menimbulkan kesan bahwa ada sesuatu yang ditutupi”, ucapnya dalam keterangan resmi kepada awak media, Kamis 2/10/2025.

Sebagai tindak lanjut, PHMI kemudian melayangkan surat keberatan kepada atasan PPID PT. Tirta Asasta dengan nomor 035/DPP/PHMI/X/2025, merujuk pada Pasal 35 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). PHMI menilai, langkah hukum ini penting karena PT. Tirta Asasta, sebagai perseroda, berkewajiban tunduk pada prinsip transparansi dan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam UU No. 14/2008 tentang KIP serta UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik.

Data yang dihimpun PHMI menunjukkan bahwa jumlah pegawai PT. Tirta Asasta Depok pada 2024 mencapai 366 orang, terdiri dari 361 pegawai tetap dan 5 pegawai kontrak.

Adapun struktur direksi dipimpin oleh Muhammad Olik Abdul Holik, Ak., M.Si sebagai Direktur Utama, sementara posisi Komisaris Utama dijabat oleh Dra. Nina Suzana, S.Sos., M.Si. Perbandingan antara jumlah pegawai dan alokasi tunjangan disebut tidak sebanding, mengingat angka tunjangan menembus Rp.52 miliar.

Hermanto menegaskan, bahwa publik berhak mengetahui penggunaan dana perusahaan daerah, terlebih ketika alokasinya mencapai angka yang dianggap tidak wajar. Menurutnya, keterbukaan informasi bukan sekadar formalitas, melainkan kewajiban hukum dan moral bagi setiap badan publik.

“Tunjangan sebesar itu patut dipertanyakan. Transparansi adalah kunci agar perusahaan daerah tidak menjadi ladang penyalahgunaan wewenang”, tegasnya.

Senada dengan itu, Ketua DPD PHMI Jawa Barat, Yuda M. Siagian menekankan, bahwa hak atas informasi publik merupakan hak konstitusional warga negara, sebagaimana dijamin dalam Pasal 28F UUD 1945.

ia mengingatkan, bahwa praktik korupsi dan penyalahgunaan anggaran publik akan berdampak langsung pada menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat.

“Uang rakyat seharusnya diprioritaskan untuk kesejahteraan masyarakat luas, bukan sekadar memperbesar tunjangan pegawai”, tegasnya.

Kasus ini sekaligus menyoroti lemahnya mekanisme akuntabilitas perusahaan daerah. Sebagai entitas yang dibiayai dari hasil pengelolaan aset publik, PT. Tirta Asasta Depok tidak bisa menutup akses informasi dari masyarakat.

Keterbukaan menjadi instrumen penting dalam membangun kepercayaan publik sekaligus mencegah praktik koruptif yang merugikan kepentingan warga.

PHMI menutup pernyataannya dengan desakan agar lembaga pengawas, termasuk aparat hukum dan pemerintah daerah, segera melakukan pemeriksaan terhadap alokasi anggaran tunjangan pegawai di tubuh PT. Tirta Asasta.

Desakan ini, menurut mereka, adalah bagian dari upaya memastikan bahwa pengelolaan dana perusahaan daerah benar-benar sesuai prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kepentingan masyarakat.(Arifin)

  • Bagikan