Depok | Edisi.id – Aktivis Suryadi Bhoges melontarkan kritik tajam terhadap pekerjaan galian jaringan utilitas Apjatel bersama Dinas PUPR Kota Depok yang kembali menuai keluhan publik. Ia menilai lubang galian yang hanya ditutup seadanya tanpa rambu peringatan merupakan bukti kelalaian sistematis, bukan sekadar kesalahan teknis.
“Kalau sudah banyak keluhan tanpa koreksi, ini bukan lagi sekadar lalai, tapi pelanggaran hukum”, tegasnya, Senin 24/9/2025.
Menurut Suryadi, praktik galian yang ditutup asal melanggar Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak masyarakat atas lingkungan yang aman dan sehat. Jalan umum yang dibiarkan berlubang tanpa pengamanan, menurutnya adalah bentuk perampasan hak konstitusional warga atas keselamatan ruang publik.
Ia menambahkan, secara teknis pelanggaran ini jelas bertentangan dengan Pasal 24 Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan yang mewajibkan pihak pelaksana mengembalikan kondisi jalan seperti semula dan menjamin keselamatan pengguna.
“Undang-undang ini bahkan memberikan ancaman pidana bagi pihak yang mengabaikan keselamatan, jadi tidak ada alasan untuk menoleransi kelalaian ini”, jelasnya.
Suryadi menekankan, bahwa kontraktor dan pejabat terkait dapat dimintai pertanggungjawaban hukum, baik perdata maupun pidana. Pasal 1365 KUH Perdata dan Pasal 359 KUHP, menurutnya, dapat diterapkan bila kelalaian menyebabkan kerugian, luka, atau hilangnya nyawa.
“Setiap kerugian harus diganti, dan bila ada korban jiwa, ini bisa masuk pidana”, tandasnya.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan internal Dinas PUPR Depok yang disebutnya membuka ruang kompromi bisnis-politik. Minimnya inspeksi lapangan dan absennya sanksi tegas, kata Suryadi memunculkan dugaan konflik kepentingan yang menempatkan kepentingan proyek di atas keselamatan masyarakat.
“Fenomena ini menandakan kegagalan tata kelola. Ketidakjelasan sanksi dan lemahnya kontrol publik membuat kebijakan internal hanya jadi formalitas tanpa efek korektif”, ungkapnya.
Suryadi pun menegaskan, bahwa tanpa audit independen, dugaan praktik rente dan penyimpangan anggaran akan terus menekan keuangan daerah.
Ia juga memperingatkan, bahwa pemborosan anggaran akibat perbaikan jalan berulang menjadikan masyarakat sebagai korban ganda yakni : menanggung risiko kecelakaan sekaligus membayar perbaikan melalui APBD.
“Ini bukan hanya masalah teknis, tetapi juga ekonomi politik. Publik yang akhirnya harus menanggung biaya dari kelalaian aparat”, bebernya.
Suryadi mendesak aparat penegak hukum segera turun tangan dan memeriksa pelaksanaan proyek, kontrak, serta penggunaan anggaran.
“Audit independen mendesak dilakukan. Tanpa pengawasan eksternal dan langkah hukum, kelalaian ini akan terus menjadi preseden buruk dan merusak integritas pemerintahan Kota Depok”, tutupnya.(Arifin)
