Bogor | Edisi.id — Dalam momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-97, Konfederasi Serikat Pekerja (SP) BUMN menyerukan pentingnya reformasi substantif dalam proses transformasi kelembagaan korporasi negara, khususnya melalui pembentukan Danantara dan Badan Pengaturan (BP) BUMN. Seruan ini disampaikan sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan moral pekerja BUMN terhadap agenda nasional reformasi ekonomi dan tata kelola publik yang berkeadilan ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja BUMN Ahmad Irfan Nasution.
Kegiatan Konsolidasi Nasional yang berlangsung di Bogor dari tanggal 27-28 Oktober dihadiri oleh sejumlah pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja BUMN, antara lain Presiden Konfederasi Serikat Pekerja BUMN – Ahmad Irfan Nasution, Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja BUMN Achmad Yunus, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Sinergi BUMN- Munir Muradi, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Berdaulat- Lir Syahril Mubarok, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Jawa Timur- Galuh Adi Dharma, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Indonedia Raya- H. Sutisna serta Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Kesehatan – Hendro Tri Pancoro.
Pertemuan tersebut menegaskan posisi pekerja BUMN sebagai subjek strategis yang memiliki peran penting dalam menjaga arah reformasi kelembagaan agar tidak terjebak dalam simbolisme administratif.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja SP BUMN Ahmad Irfan Nasution menekankan, bahwa reformasi BUMN harus dimaknai sebagai perubahan paradigmatik, bukan sekadar reorganisasi kelembagaan.
Menurutnya, revisi Undang-Undang BUMN dan pembentukan Danantara serta BP BUMN hanya akan bermakna apabila diarahkan untuk memperkuat prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola yang berbasis kinerja.
“Kami tidak ingin perubahan ini hanya menjadi ganti baju kelembagaan. Reformasi BUMN harus menyentuh sistem, budaya kerja, dan tata kelola. Ini saatnya negara membangun korporasi yang bersih, efisien, dan berpihak pada kepentingan rakyat”, tegas Irfan, Selasa 28/10/2025.
Lebih lanjut, Irfan menjelaskan, bahwa Danantara perlu diletakkan sebagai instrumen modernisasi dan konsolidasi aset-aset BUMN, sementara BP BUMN harus berperan sebagai pengawas independen yang menegakkan prinsip meritokrasi.
“BP BUMN tidak boleh menjadi perpanjangan tangan kekuasaan. Ia harus berdiri di atas prinsip profesionalisme dan tata kelola yang independen”, terangnya.
Dari perspektif hubungan industrial, Irfan menilai, bahwa dimensi keadilan sosial belum menjadi pilar utama dalam agenda transformasi BUMN. Ia mengkritisi masih terjadinya pelanggaran terhadap Perjanjian Kerja Bersama (PKB) serta praktik outsourcing yang tidak sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 168/PUU-XXI/2023.
“Pekerja BUMN bukan sekadar faktor produksi, melainkan bagian integral dari aset strategis negara. Transformasi tanpa perlindungan terhadap pekerja adalah ilusi”, jelasnya.
Irfan menekankan, bahwa orientasi efisiensi dalam korporasi negara harus dikorelasikan dengan keberlanjutan sosial dan legitimasi publik. Kesejahteraan pekerja, menurutnya, bukanlah beban ekonomi, tetapi modal sosial produktif yang menentukan daya saing dan loyalitas kelembagaan.
“Negara tidak dapat berbicara efisiensi dengan mengorbankan kesejahteraan. Justru kesejahteraan pekerja adalah fondasi produktivitas dan integritas korporasi”, tandasnya.
Menurutnya, dalam kerangka ekonomi politik, peringatan Sumpah Pemuda ke-97 menjadi simbol konsolidasi nasionalisme ekonomi dan etika kerja publik.
Irfan menilai, bahwa keberhasilan reformasi kelembagaan BUMN sangat bergantung pada ‘Political Will’ pemerintah, konsistensi kebijakan publik, dan integritas kepemimpinan manajerial di lingkungan korporasi negara.
Presiden Federasi SP BUMN kembali menegaskan, bahwa Konfederasi dan Federasi SP BUMN siap berperan sebagai mitra kritis dan konstruktif pemerintah dalam memastikan bahwa reformasi BUMN berjalan secara transparan, profesional, dan berpihak pada kepentingan nasional.
“Jika BUMN dikelola dengan integritas dan visi kebangsaan, ia akan menjadi motor pemerataan ekonomi dan pilar kemandirian bangsa”, tutup Ahmad Irfan Nasution.(Arifin)












